Thursday, December 13, 2007

Larangan Makan dan Minum Sambil Berdiri

lemon_1600.jpg Dari Anas dan Qatadah R.a, dari Nabi Saw Sesungguhnya beliau melarang seseorang minum sambil berdiri, Qotadah R.a berkata:"Bagaimana dengan makan?" Beliau Saw menjawab: "Itu kebih buruk lagi". (HR.. Muslim dan Turmidzi)

Dari Abu Hurairah, Nabi Saw bersabda
"Jangan kalian minum sambil berdiri ! Apabila kalian lupa, maka hendaknya ia muntahkan !" (HR. Muslim)

Rahasia Medis
Dr. Abdurrazzaq Al-Kailani berkata: "Minum dan makan sambil duduk, lebih sehat, lebih selamat, dan lebih sopan, karena apa yang diminum atau dimakan oleh seseorang akan berjalan pada dinding usus dengan perlahan dan lembut. Adapun minum sambil berdiri, maka ia akan menyebabkan jatuhnya cairan dengan keras ke dasar usus, menabraknya dengan keras, jika hal ini terjadi berulang-ulang dalam waktu lama maka akan menyebabkan melar dan jatuhnya usus, yang kemudian menyebabkan disfungsi pencernaan. Adapun Rasulullah Saw pernah sekali minum sambil berdiri maka itu dikarenakan ada sesuatu yang menghalangi beliau untuk duduk. seperti penuh sesaknya manusia pada tempat-tempat suci, bukan merupakan kebiasaan. Ingat hanya sekali karena darurat!

Begitu pula makan sambil berjalan, sama sekali tidak sehat, tidak sopan, tidak etis dan tidak pernah dikenal dalam Islam dan kaum muslimin.

Dr. brahim Al-Rawi melihat bahwa manusia pada saat berdiri, ia dalam keadaan tegang, organ keseimbangan dalam pusat saraf sedang bekerja keras, supaya mampu mempertahankan semua otot pada tubuhnya, sehingga bisa berdiri stabil dan dengan sempurna. Ini merupkan kerja yang sangat teliti yang melibatkan semua susunan syaraf dan otot secara bersamaan, yang menjadikan manusia tidak bisa mencapai ketenangan yang merupakan syarat tepenting pada saat makan dan minum. Ketenangan ini bisa dihasilkan pada saat duduk, dimana syaraf berada dalam keadaan tenang dan tidak tegang, sehingga sistem pencernaan dalam keadaan siap untuk menerima makanan dan minum dengan cara cepat.
Dr. Al-rawi menekankan bahwa makanan dan minuman yang disantap pada saat berdiri, bisa berdampak pada refleksi saraf yang dilakukan oleh reaksi saraf kelana (saraf otak kesepuluh) yang banyak tersebar pada lapisan endotel yang mengelilingi usus.
Refleksi ini apabila terjadi secara keras dan tiba-tiba, bisa menyebabkan tidak berfungsinya saraf (Vagal Inhibition) yang parah, untuk menghantarkan detak mematikan bagi jantung, sehingga menyebabkan pingsan atau mati mendadak.
Begitu pula makan dan minum berdiri secara terus –menerus terbilang membahayakan dinding usus dan memungkinkan terjadinya luka pada lambung. Para dokter melihat bahwa luka pada lambung 95% terjadi pada tempat-tempat yang biasa bebenturan dengan makanan atau minuman yang masuk.

Sebagaimana kondisi keseimbangan pada saat berdiri disertai pengerutan otot pada tenggorokan yang menghalangi jalannya makanan ke usus secara mudah, dan terkadang menyebabkan rasa sakit yang sangat yang mengganggu fungsi pencernaan, dan seseorang bisa kehilangan rasa nyaman saat makan dan minum.

Oleh karena itu marilah kita kembali hidup sehat dan sopan dengan kembali ke pada adab dan akhlak Islam, jauh dari sikap meniru-niru gaya orang-orang yang tidak mendapat hidayah Islam.

Subhanallah.....

(Diambil dari Inbox-ku, 13 Desember 2007)

Sumber: Qiblati edisi 04 tahun II. Judul: Larangan Minum sambil berdiri, Hal 16

Thursday, December 6, 2007

Semoga


Seorang lelaki di seberang lautan saat ini mungkin sedang menangis. Tidak. Mungkin dia hanya bersedih. Mencoba tegar, membangun harapan baru, dan kembali melanjutkan hidupnya.

Hatinya mungkin teriris saat membaca sms balasan dari saya. Tidak banyak yang saya tahu. Hanya sedikit berita tentang gadis pujaannya yang akan menikah, tak lama.

Bahkan untuk meyakinkannya pun saya berusaha mencari kebenaran, atas permintaannya. Sayang, saya tak berhasil mendapatkannya. Hanya secuil berita kurang lengkap dari seorang sahabat lama. Mungkin tak mampu memuaskannya, hingga lelaki itupun bertekad mencari kebenaran untuk dirinya.

Dan saya tahu harapannya telah pupus. Saat sebuah sms masuk, sore itu.

Terimakasih ya Jeng. Semua sudah jelas. Dia memang mau menikah. Maaf sudah menganggumu. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Semoga Allah memberimu kekuatan.

Perempuan dalam Kereta


Dalam kereta ekonomi Rapih Dhoho tujuan Kediri, saya pikir saya termasuk orang paling sabar. Saat itu hampir semua orang mengeluh, kereta yang seharusnya berangkat pukul 15.47 dari Stasiun Gubeng, kemudian melanjutkan perjalanan ke Stasiun Semut untuk ganti lokomotif, molor tak kurang dari satu jam. Penyebabnya bisa jadi karena ada masalah teknis atau karena banjir, karena memang hujan lebat baru saja mengguyur Surabaya beberapa saat sebelumnya.

Kereta terasa pengap karena ratusan penumpang saling berdesakan. Belum lagi lantai gerbong yang tergenang air. Lampu gerbong yang mati menambah keruh keadaan. Seorang perempuan setengah baya di samping saya tak henti-hentinya menggerutu. Saya? Hanya bisa menucapkan istighfar beribu kali untuk menenangkan hati dan mendinginkan kepala yang rasanya seperti mau pecah. Saat itu saya merasa berada pada puncak kesabaran, hingga saya dapati seorang perempuan awal tiga puluhan masuk gerbong yang saya tumpangi dengan dua anaknya yang masih kecil.

Tangan kirinya membawa tas hitam kecil sekaligus menggendong anaknya yang baru berusia sepuluh bulan. Sementara tangan satunya menarik travel bag ukuran sedang serta menggandeng anak lelakinya yang lebih besar. Dan perempuan itu duduk di sebelah saya.

Selama perjalanan, si anak lelaki tak pernah berhenti bertingkah. Hiperaktif mungkin, itu menurut saya sih. Dia selalu mengeluarkan kepalanya melalui jendela dengan tumpuan kaki di (saya kurang tahu istilahnya) meja kecil yang menempel pada dinding kereta. “Lihat, banjir ma,” ucapnya. Bukan hanya saya, orang-orang yang melihat merasa miris, khawatir jika si bocah hiperaktif tergelincir dan jatuh keluar kereta. Sementara itu, si kecil tak henti-hentinya menangis karena kepanasan.

Apa yang dilakukan perempuan itu? Dengan penuh sikap keibuan, ia menyusui si kecil sambil mengipasinya. Di sela-selanya, ia menegur anak lelaki, menanyakan apa yang dilihatnya di luar. “Tidak ada apa-apa ma,” jawab si bocah. “Ya sudah, tidak ada apa-apa kan? Turun ya, nak!” ujar perempuan itu tanpa memaksa.

Selama hampir dua jam perjalanannya ke Stasiun Sumobito, yang dalam kondisi normal bisa ditempuh dalam waktu kurang dari satu jam, tidak terdengar kata-kata bernada keras keluar dari mulutnya. Bahkan ketika si kecil sudah mulai terlelap di pelukan tangan kirinya, tangan kanannya masih mampu menjaga bocah lelaki yang tetap berdiri dan menjulurkan kepala keluar. Sesekali tampak keduanya tertawa.

Hingga saat kereta berhenti di Stasiun Sumobito, perempuan itu turun membawa semua bawaan dan si kecil yang tertidur serta si bocah yang mulai mengantuk di gandengan. Tak terlihat seorang lelaki pun yang membantu meringankan bebannya. “Kemana bapaknya?” Mungkin itu menjadi pertanyaan yang berkecamuk di pikiran penumpang lain yang melihatnya. Termasuk saya.

Saat itulah saya merasa malu. Ternyata kesabaran saya belum seberapa.

Merawat Rambut Bagi Jilbaber

Membaca sebuah tabloid wanita nasional terbitan grup penguasa media di Jawa Timur, saya mendapati sebuah artikel penting tentang perawatan rambut bagi perempuan berjilbab. Satu hal yang seringkali luput dari pengamatan kaum perempuan yang memang mengenakan jilbab dalam kesehariannya. Padahal, bagaimanapun juga, meski selalu tertutup oleh hijab, rambut tetap menjadi mahkota bagi perempuan.

Pertama, yang harus dilakukan adalah rajin-rajin keramas. Bagi perempuan berjilbab, sebaiknya mencuci rambut 3-4 kali dalam seminggu menggunakan sampo yang sesuai dengan jenis rambut. Jangan lupa gunakan setum anti rontok seperti hair tonic. Ini karena rambut yang tertutup jilbab rawan mengalami kerontokan. Untuk rambut kering, tambahkan vitamin. Sementara untuk rambut berminyak, sebaiknya hindari sampo 2in1. Lebih baik gunakan conditioner secara terpisah di ujung helai rambut.

Kedua, gunakan sisir bergigi jarang setelah keramas. Jangan gunakan sikat gigi sebab akan semakin menyebabkan rambut rontok.

Ketiga, keringkan rambut secara alami. Kalaupun terpaksa menggunakan hair dryer, gunakan pada jarak 20 centimeter dari kulit kepala dengan suhu terendah.

Keempat, sebaiknya jangan membiarkan rambut tumbuh terlalu panjang. Kalau ingin memiliki rambut panjang, sebaiknya tidak lebih dari 60 centimeter. Bagi yang berambut panjang, usahakan rambut selalu dalam keadaan terurai saat tidak mengenakan jilbab di dalam rumah, sehingga rambut bisa bernapas. Bila terpaksa mengikat, jangan gunakan ikat rambut yang terlalu kencang.

Kelima, pilih kerudung yang terbuat dari bahan berpori dan tidak terlalu tipis. Hindari warna gelap yang menyerap panas sehingga menyebabkan kulit kepala semakin lembab. Selain itu, pemakaian kerudung sebaiknya dilepas hingga menutup dada untuk optimalisasi ventilasi. Model jilbab yang ujung-ujungnya dililitkan pada leher memang rapi dan trendi. Tapi kelemahannya jika terlalu kencang akan membuat rambut sulit bernapas dan kulit kepala menjadi sangat lembab, sehingga memperbesar kemungkinan rambut rontok.

Sedikit komentar dari saya, tips nomor lima ini tampaknya sangat sesuai dengan firman yang terdapat dalam Q.S Al Ahzab : 59
Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: ”Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Satu bukti bahwa ayat Allah selalu memberi manfaat bahkan sampai hal terkecil sekalipun, seperti masalah kerontokan rambut, bagi umat-Nya, bukan? Wallahualam bishawab.

Terakhir, makan makanan bergizi sangat penting untuk menjaga kesehatan kulit kepala.

Semoga bermanfaat... (^_^)