Friday, January 15, 2010

Tahun ke 25

Today is an ordinary day. Tidak ada yang spesial tentang hari ini. Kecuali angka yang bertambah satu jika saya mengisi formulir pada kolom umur, inbox yang mulai penuh sejak pagi padahal biasanya ngga laku, dua mini cake dari teman kantor, dan wall facebook yang penuh ucapan selamat, semuanya berjalan seperti biasa. Bangun jam 3 pagi, karena malamnya ketiduran sementara belum shalat isya’. Bagun lagi jam 4.30 untuk shalat shubuh. Sedikit bermalas-malasan di tempat tidur karena ini hari sabtu sehingga tidak diburu Andik untuk berangkat lebih awal ke kantor. Lalu, ngantor dengan diantar Andik naik sepeda motor, dan mampir ke Burjo untuk sarapan.

Empat atau lima tahun lalu biasanya saya sangat menanti saat-saat seperti ini. Menghitung setiap sms yang masuk. Juga berharap-harap akan mendapatkan kado apa dari siapa. Bagi saya yang saat itu masih belasan, hal-hal seperti itu membuktikan eksistensi saya di mata teman-teman. Semakin banyak yang memberi selamat, semakin eksis pula diri saya. Semakin banyak yang memberi kado, tandanya semakin banyak yang mencintai saya.

Dua tahun lalu suasananya sudah berbeda. 16 Januari 2008 adalah ulang tahun pertama saya setelah lulus kuliah. Waktu itu saya sedang tinggal di Pare untuk mengikuti kursus Bahasa Inggris sambil mengisi waktu kosong yang saya miliki setelah keluar dari pekerjaan di salah satu harian di Surabaya. Tak satupun dari 24 orang teman satu kos yang tahu bahwa hari itu saya sedang bahagia. Bahkan Andik yang saat itu sedang melakukan proses pe de ka te pun tidak. Dia baru mengucapkan sehari setelahnya, karena yang ia ingat ulang tahun saya tanggal 17 januari. Hanya teman-teman lama yang mulai mengucapkan selamat via sms.

Tepat setahun yang lalu, detik-detik pergantian usia saya warnai dengan pertengkaran kecil dengan Andik. Saya tak ingat persis apa penyebabnya. Meski demikian, akhirnya Andik menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun kepada saya sebab ia melakukannya tanggal 15 januari pukul 22.30 di depan pintu kos saat mengantarkan saya pulang. Esoknya, tak ada lagi ucapan selamat darinya.

Hari ini, saya tidak lagi berharap-harap banyak yang memberi selamat. Tak lagi menghitung berapa sms yang masuk. Juga berharap Andik berubah jadi super romantis. Meskipun saya tahu dia sempat berusaha untuk melakukannya dengan menanyakan kado apa yang saya inginkan. Usia yang mulai masuk angka krisis, 25 tahun, akan saya lalui cukup dengan rasa syukur yang tak habis-habisnya. Karena hadiah luar biasa sudah saya dapatkan selama 24 tahun usia saya.

Betapa Allah memberikan kenikmatan yang tak terhitung selama setahun terakhir, dan tahun-tahun sebelumnya tentunya. Seorang suami penyejuk hati yang dikirimkan dari Tawanganom untuk berada di sisi saya sejak mata terbuka hingga terpejam lagi. Pekerjaan yang lancar tanpa hambatan. Mimpi yang meski tertunda tapi masih melekat dalam hati saya. Dan yang terpenting, sebuah kado istimewa yang tumbuh dalam perut saya. Bahkan sebelum saya sempat meminta. Tak mungkin terjadi tanpa seijin-Nya.


Yogyakarta, 16 Januari 1985 11.30
Thank you Allah for my wonderful life