Entah kenapa tiba-tiba saya tergerak untuk menulis tentang ini.
Ketahuilah kawan, laki-laki itu, tanpa bermaksud menggenalisir, sebelum mereka terikat oleh ikatan yang sah, tidak akan pernah setia. Kenapa? Karena mereka sedang memilah dan memilih, mana yang nantinya akan baik untuk menjadi pendamping.
Saya adalah orang beruntung yang dahulu kala sering menjadi tempat curhat teman-teman lelaki. Katanya sudah terikat janji dengan si ana yang secara fisik cantik, tapi di sisi lain masi minta dikenalin sama si anu yang secara fisik lebih cantik. Maka, sedikit banyak saya bisa menganalisis tindak tanduk para kaum adam ini.
Biasanya laki-laki yang seperti saya sebutkan di atas punya banyak kelebihan. Banyak dari mereka yang sebenarnya tidak ganteng, bahkan sama sekali tidak ganteng. Tapi mereka cukup pandai berkomunikasi. Mereka sangaaaat nyambung diajak ngomong apapun. Apapun!
Nah biasanya pula, para perempuan lebih suka didekati oleh para lelaki yang enak diajak ngobrol apapun, daripada ganteng tapi agak telmi. Maka kloplah keduanya saling bertemu.
Maka, bagi kawan-kawanku, perempuan-perempuan nan mulia, menikahlah! Menikahlah dengan lelaki yang mendekatimu bukan HANYA karena kalian tampil menarik. Bukan pula HANYA karena saling cocok dalam obrolan. Atau malah HANYA karena memiliki weton yang membawa keberuntungan!
Tapi diantara para lelaki yang mendekatimu, pilihlah mereka yang meminangmu karena ingin menyelamatkanmu dan mengangkat martabatnya. Yang memilihmu karena ingin menyelamatkan agamamu dan agamanya. Yang mengajakmu bersama berjuang melahirkan generasi-generasi tangguh.
Dan, bagi kalian para lelaki yang sedang mencari cinta. Berlomba-lombalah untuk mematutkan diri mendapatkan para bidadari yang bersiap untuk kau ajak berperang menuju syahid dalam perahu rumah tangga!
Sunday, December 18, 2011
Wednesday, December 14, 2011
The Garing Joke
Ada seorang bule yang minta seorang pribumi untuk diajak makan makanan khas Indonesia. Lalu si pribumi mengajaknya untuk makan es kelapa muda.
Bule: ini makanan apa?
Pribumi: ini namanya kelapa muda mister
Bule: wah yang muda saja enak. Apalagi yang tua.
Lalu si pribumi mengajaknya lagi ke warung tegal yang menjual sayur lodeh nangka.
Bule: ini makanan namanya apa?
Pribumi: ini namanya sayur nangka mister. Enak mister?
Bule: wah wah.. ini makanan yang muda saja enak, apalagi yang tua.
Lalu si bule minta nambah sayur lodeh rebung yang juga tersaji di meja.
Bule: kalo ini namanya apa?
Pribumi: itu namanya sayur rebung.
Bule: apa itu rebung?
Pribumi: rebung itu bambu muda mister.
Bule: bamboo muda? Waaah yang muda saja enak. Apalagi yang tua
Pribumi: ………………..
Garing ya?
Biarin.
Biar garing, saya selalu terbahak mendengar guyonan yang sering sekali diceritakan Bapak ini. Akan saya adopsi, lalu saya ceritakan ke Yasmin, mbesuk kalo dia sudah paham candaan. Akan saya ceritakan beruuulang-ulang, biar dia ingat pernah diceritai joke yang teramat garing oleh emaknya. Hingga dewasa. Jadi dia juga punya cerita tentang emaknya yang garing ini.
Bule: ini makanan apa?
Pribumi: ini namanya kelapa muda mister
Bule: wah yang muda saja enak. Apalagi yang tua.
Lalu si pribumi mengajaknya lagi ke warung tegal yang menjual sayur lodeh nangka.
Bule: ini makanan namanya apa?
Pribumi: ini namanya sayur nangka mister. Enak mister?
Bule: wah wah.. ini makanan yang muda saja enak, apalagi yang tua.
Lalu si bule minta nambah sayur lodeh rebung yang juga tersaji di meja.
Bule: kalo ini namanya apa?
Pribumi: itu namanya sayur rebung.
Bule: apa itu rebung?
Pribumi: rebung itu bambu muda mister.
Bule: bamboo muda? Waaah yang muda saja enak. Apalagi yang tua
Pribumi: ………………..
Garing ya?
Biarin.
Biar garing, saya selalu terbahak mendengar guyonan yang sering sekali diceritakan Bapak ini. Akan saya adopsi, lalu saya ceritakan ke Yasmin, mbesuk kalo dia sudah paham candaan. Akan saya ceritakan beruuulang-ulang, biar dia ingat pernah diceritai joke yang teramat garing oleh emaknya. Hingga dewasa. Jadi dia juga punya cerita tentang emaknya yang garing ini.
Friday, January 15, 2010
Tahun ke 25
Today is an ordinary day. Tidak ada yang spesial tentang hari ini. Kecuali angka yang bertambah satu jika saya mengisi formulir pada kolom umur, inbox yang mulai penuh sejak pagi padahal biasanya ngga laku, dua mini cake dari teman kantor, dan wall facebook yang penuh ucapan selamat, semuanya berjalan seperti biasa. Bangun jam 3 pagi, karena malamnya ketiduran sementara belum shalat isya’. Bagun lagi jam 4.30 untuk shalat shubuh. Sedikit bermalas-malasan di tempat tidur karena ini hari sabtu sehingga tidak diburu Andik untuk berangkat lebih awal ke kantor. Lalu, ngantor dengan diantar Andik naik sepeda motor, dan mampir ke Burjo untuk sarapan.
Empat atau lima tahun lalu biasanya saya sangat menanti saat-saat seperti ini. Menghitung setiap sms yang masuk. Juga berharap-harap akan mendapatkan kado apa dari siapa. Bagi saya yang saat itu masih belasan, hal-hal seperti itu membuktikan eksistensi saya di mata teman-teman. Semakin banyak yang memberi selamat, semakin eksis pula diri saya. Semakin banyak yang memberi kado, tandanya semakin banyak yang mencintai saya.
Dua tahun lalu suasananya sudah berbeda. 16 Januari 2008 adalah ulang tahun pertama saya setelah lulus kuliah. Waktu itu saya sedang tinggal di Pare untuk mengikuti kursus Bahasa Inggris sambil mengisi waktu kosong yang saya miliki setelah keluar dari pekerjaan di salah satu harian di Surabaya. Tak satupun dari 24 orang teman satu kos yang tahu bahwa hari itu saya sedang bahagia. Bahkan Andik yang saat itu sedang melakukan proses pe de ka te pun tidak. Dia baru mengucapkan sehari setelahnya, karena yang ia ingat ulang tahun saya tanggal 17 januari. Hanya teman-teman lama yang mulai mengucapkan selamat via sms.
Tepat setahun yang lalu, detik-detik pergantian usia saya warnai dengan pertengkaran kecil dengan Andik. Saya tak ingat persis apa penyebabnya. Meski demikian, akhirnya Andik menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun kepada saya sebab ia melakukannya tanggal 15 januari pukul 22.30 di depan pintu kos saat mengantarkan saya pulang. Esoknya, tak ada lagi ucapan selamat darinya.
Hari ini, saya tidak lagi berharap-harap banyak yang memberi selamat. Tak lagi menghitung berapa sms yang masuk. Juga berharap Andik berubah jadi super romantis. Meskipun saya tahu dia sempat berusaha untuk melakukannya dengan menanyakan kado apa yang saya inginkan. Usia yang mulai masuk angka krisis, 25 tahun, akan saya lalui cukup dengan rasa syukur yang tak habis-habisnya. Karena hadiah luar biasa sudah saya dapatkan selama 24 tahun usia saya.
Betapa Allah memberikan kenikmatan yang tak terhitung selama setahun terakhir, dan tahun-tahun sebelumnya tentunya. Seorang suami penyejuk hati yang dikirimkan dari Tawanganom untuk berada di sisi saya sejak mata terbuka hingga terpejam lagi. Pekerjaan yang lancar tanpa hambatan. Mimpi yang meski tertunda tapi masih melekat dalam hati saya. Dan yang terpenting, sebuah kado istimewa yang tumbuh dalam perut saya. Bahkan sebelum saya sempat meminta. Tak mungkin terjadi tanpa seijin-Nya.
Yogyakarta, 16 Januari 1985 11.30
Thank you Allah for my wonderful life
Empat atau lima tahun lalu biasanya saya sangat menanti saat-saat seperti ini. Menghitung setiap sms yang masuk. Juga berharap-harap akan mendapatkan kado apa dari siapa. Bagi saya yang saat itu masih belasan, hal-hal seperti itu membuktikan eksistensi saya di mata teman-teman. Semakin banyak yang memberi selamat, semakin eksis pula diri saya. Semakin banyak yang memberi kado, tandanya semakin banyak yang mencintai saya.
Dua tahun lalu suasananya sudah berbeda. 16 Januari 2008 adalah ulang tahun pertama saya setelah lulus kuliah. Waktu itu saya sedang tinggal di Pare untuk mengikuti kursus Bahasa Inggris sambil mengisi waktu kosong yang saya miliki setelah keluar dari pekerjaan di salah satu harian di Surabaya. Tak satupun dari 24 orang teman satu kos yang tahu bahwa hari itu saya sedang bahagia. Bahkan Andik yang saat itu sedang melakukan proses pe de ka te pun tidak. Dia baru mengucapkan sehari setelahnya, karena yang ia ingat ulang tahun saya tanggal 17 januari. Hanya teman-teman lama yang mulai mengucapkan selamat via sms.
Tepat setahun yang lalu, detik-detik pergantian usia saya warnai dengan pertengkaran kecil dengan Andik. Saya tak ingat persis apa penyebabnya. Meski demikian, akhirnya Andik menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun kepada saya sebab ia melakukannya tanggal 15 januari pukul 22.30 di depan pintu kos saat mengantarkan saya pulang. Esoknya, tak ada lagi ucapan selamat darinya.
Hari ini, saya tidak lagi berharap-harap banyak yang memberi selamat. Tak lagi menghitung berapa sms yang masuk. Juga berharap Andik berubah jadi super romantis. Meskipun saya tahu dia sempat berusaha untuk melakukannya dengan menanyakan kado apa yang saya inginkan. Usia yang mulai masuk angka krisis, 25 tahun, akan saya lalui cukup dengan rasa syukur yang tak habis-habisnya. Karena hadiah luar biasa sudah saya dapatkan selama 24 tahun usia saya.
Betapa Allah memberikan kenikmatan yang tak terhitung selama setahun terakhir, dan tahun-tahun sebelumnya tentunya. Seorang suami penyejuk hati yang dikirimkan dari Tawanganom untuk berada di sisi saya sejak mata terbuka hingga terpejam lagi. Pekerjaan yang lancar tanpa hambatan. Mimpi yang meski tertunda tapi masih melekat dalam hati saya. Dan yang terpenting, sebuah kado istimewa yang tumbuh dalam perut saya. Bahkan sebelum saya sempat meminta. Tak mungkin terjadi tanpa seijin-Nya.
Yogyakarta, 16 Januari 1985 11.30
Thank you Allah for my wonderful life
Subscribe to:
Posts (Atom)