Wednesday, June 6, 2007

traveler's tale

Ini bukan judul sebuah novel tentang perjalanan empat sahabat menuju ke kota Milan. Ini adalah kisah perjalanan saya dengan seorang teman, Merry, di kota Surabaya tercinta.

Minggu pagi, saya dan tiga teman kos saya, Merry, Anggita, dan, Anna sepakat pergi jalan-jalan dengan mengendari sepeda motor ke Laguna Indah. Sebuah kawasan perumahan elit di daerah Surabaya Timur. Sebelum ke Laguna, kami menyempatkan diri berkeliling ITS, kampus yang tidak pernah sepi dari para lelaki, hanya sekedar untuk cuci mata. Maklum, di kampus kami sangat jarang ditemukan cowok-cowok aneh seperti di ITS. Saya yang berkuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi, dan ketiga teman saya di Jurusan Ekonomi hanya dapat menemukan cowok2 bergaya metro yang ah..neh lah menurut mata saya.

Setelah puas berkeliling di ITS kami pun melanjutkan perjalanan ke Laguna. Kawasan ini memang indah. Walaupun keindahannya hanya buatan tangan manusia. Tapi ya.. tidak bisa dipungkiri, memang indah. apalagi disini kami bisa memanjakan mata dengan melihat bangunan rumah elite dan membayangkan seandainya kami ada di dalamnya. Sebagai tuan rumah tentunya, bukan pembantu.

Kelelahan mengagumi bangunan indah di Laguna, Anggita dan Anna pun memutuskan untuk pulang. Tapi rasa lelah itu bukan berarti apa2 buat saya dan Merry. Kami berdua pun memutuskan melanjutkan perjalanan kami ke Pantai Kenjeran, dengan asumsi bahwa pantai kenjeran terletak tidak jauh dari Laguna. Meski buta dengan daerah sekitar kenjeran, kami tetap nekat dan membulatkan tekad untuk tetap pergi ke kenjeran.

Berbekal sedikit informasi bahwa untuk menuju kenjeran lebih baik melewati jalan mulyosari, saya dan Merry pun menyusuri jalan yang padat tersebut hingga ujung. Tepat di ujung jalan mulyosari kami mendpati sebuah plang bertuliskan Kenjeran, Suramadu, dantanda panah di bawahnya. "wah sudah dekat mer!" ucap saya pada meri yang menyetir di depan.

Kami pun menyusuri jalan yang ditunjuk tanda panah pada plang tadi. Setelah seberapa lama, kami menemukan sebuah plang bertuliskan jalan kenjeran. "wah sudah sampai" pikir saya.

Jalan kenjeran sudah kami lalui tapi kami tidak kunjung menemukan pantai kenjeran. Alih-alih sampai di pantai kenjeran, kami justru tiba di kya kya kembang jepun. Sebuah wilayah di Pecinan di Surabaya. Seingat saya, di peta kembang jepun itu berada di kawasan Surabya Utara, sedangkan kenjeran kan di Surabaya Timur? Sadar kami salh, kami pun mencari jalan untuk kembali ke jalan kenjeran. Setelah menemukan plang yang sama seperti kami lihat tadi, kami pun kembali menyusuri jalan kenjeran. alhasil, kami kembali lagi ke kya kya.

Ini adalah sebuah kebodohan. kesasar kok dua kali. pikir saya.

Lalu kami mencoba alternatif lain. Kami mengikuti plang yang bertuliskan arah menuju Jembatan Sura,adu, jembatan yang menghubungkan Surabya dan Madura yang hingga kini belum selesai pembangunannya. Kami pikir, Suramadu pasti melewati laut,jadi kami pasti menemukan pantai di sana.

Jalan menuju suramadu ternyata sangat panjang. Kami juga harus melewati jalan yang sempit, penuh dengan truk, dan pasar yang kumuh di pinggir jalan.

Lama-lama saya khawatir, kok tidak sampai juga. Tapi Merry mendinginkan hati saya. dia bilang" wes ta jeng, kita ikuti saja kemana air mengalir". saya pikir benar juga, karena air kan bermuara ke laut.

Lama berkendara, ternyata bukan laut yang kami temukan, melainkan sebuah bangunan jembatan yang belum selesai dibangun. Beruntung, kami menemukan salah satu sudut yang memperlihatkan keruhnya air laut. Ternyata kenjeran tidak berada di dekat suramadu. merasa putus asa, kami pun memutuskan untuk pulang.

Namun, jalan pulang ternyata tidak semudah yang dipikirkan. Kami harus melewati jalan yang super sempit di sebuah perkampungan Madura. agak merinding sih, mengingat berbagai stereotipe yang seberikan pada orang2 suku madura. Walaupun kami belum pernah saya belum pernah membuktikannya, bahkan teman saya yang berasal dari madura sangat ramah. Tapi berada di perkampungan asing tetap menakutkan.

Akhirnya, setelah tiga jam berjuang keras melewati liku-liku jalan sempit di perkampungan madura, dengan berbekal ilmu gambling yang kami pelajari selama kuliah, kami pun bisa menemukan jalan yang cukup kami kenal dan tid di kos dengan sehat wal afiat, tidak kurang suatu apa, kecuali bensin yang langsung kosong...

Yah semoga kisah saya sebagai orang kesasar bisa menjadi pelajaran bagi anak2 saya kelak, bahwa tidak selamanya kita harus mengikuti arah aliran air..

No comments:

Post a Comment