Monday, September 24, 2007

Perempuan Tak Lagi Harus Menunggu


Membina sebuah rumah tangga yang harmonis bersama pasangan yang dicintai merupakan impian setiap perempuan. Bagi sebagian perempuan, mewujudkan impian tersebut merupakan hal yang mudah. Namun bagi perempuan lain, menaklukan hati laki-laki pujaan mungkin menjadi sebuah persoalan besar.

“Banyak alasan yang menyebabkan pria pelit mengeluarkan kata-kata pinangan,”. Demikian dituturkan Ratih Andjayani Ibrahim dalam talkshow bertema ‘Sampai Kapan harusMenunggu’ yang diselenggarakan Arisan Senin Citra (ASC) Senin kemarin (24/9).

Alasan pertama adalah karena sebagian laki-laki merasa usia mereka masih terlalu muda untuk melakukan pernikahan. Alasan tersebut mendasari penolakan mereka untuk segera menikah. “Padahal usia laki-laki boleh menikah adalah 18 tahun sedangkan perempuan 16 tahun,” jelas Ratih. Namun, pada usia ini laki-laki dan perempuan yang mau menikah harus mengantongi ijin dari orang tua.

Alasan kedua yang menghambat pernikahan adalah sebab seringkali laki-laki merasa belum cukup mapan baik dari segi emosional, sosial, maupun secara finansial. Selain itu, laki-laki juga masih ingin mengaktualisasikan diri sampai pada puncak kehidupannya Hal itu biasanya disebabkan karena masih banyak hal yang ingin diraih oleh para laki-laki tersebut. “Si laki-laki merasa ada hal lain yang menjadi prioritas, sehingga pernikahan dirasa menjadi faktor penghambat mereka,” tambahnya.

Perasaan nyaman terhadap kehidupan membujang juga menjadi alasan lain mengapa laki-laki sulit mengucapkan kata-kata pinangan. “Sebagian pria merasa nyaman dengan kehidupannya. Punya pekerjaan bagus dan punya pacar. Lalu mengapa harus ke jenjang lebih lanjut?” kata Ratih.

Sedangkan yang terakhir adalah sebab sebagian laki-laki merasa ragu membayangkan segala konsekuensi pernikahan.

Banyaknya faktor pengahambat seorang laki-laki untuk menikahi perempuan tidak harus disikapi secara pasif oleh perempuan. Menurut Ratih, sekarang sudah saatnya perempuan untuk berani mengambil sikap untuk masa depannya sendiri. Berkomunikasi secara intensif tentang hubungan merupakan salah satu solusinya. Selain itu, menurut Ratih, satu hal yang harus dilakukan perempuan diantaranya adalah dengan berani menentukan batas waktu toleransi bagi hubungan pasangan. “Supaya hubungan tidak mandeg,” terang Ratih.

Sayangnya, anggapan masyarakat terhadap perempuan yang berani terbuka kepada pasangan mengenai hubungan masih dianggap tabu. Masyarakat masih menganggap perempuan submissif. Norma yang berlaku dalam masyarakat mengharuskan perempuan untuk menunggu. “Padahal perempuan punya kesetaraan untuk menentukan masa depannya sendiri,” ujarnya.

No comments:

Post a Comment